I. Sterilisasi
Sterilisasi yaitu suatu proses untuk mematikan semua organisme yang
dapat menjadi kontaminan. Metode yang lazim digunakan untuk
mensterilisasikan media dan alat-alat ialah dengan pemanasan. Jika
panas digunakan bersama-sama dengan uap air disebut sterilisasi basah
(menggunakan autaklaf), sedangkan jika tanpa uap air disebut
sterilisasi kering (menggunakan oven). (Mila Ermila, 2005, Penuntun
Praktikum Mikrobiologi)
Sterilisasi harus dapat membunuh jasad renik yang paling tahan panas
yaitu spora bakteri. Dalam pengolahan pangan dikenal istilah
sterilisasi komersial yaitu suatu proses
untuk membunuh semua jasad renik yang dapat menyebabkan kebusukan
makanan pada kondisi suhu penyimpanan yang ditetapkan. Makanan yang
telah mengalami sterilisasi komersial mungkin masih mengandung
sejumlah jasad renik yang tahan proses sterilisasi, tetapi tidak
mampu berkembang biak pada suhu penyimpanan normal yang ditetapkan
untuk makanan tersebut.
II. Macam-Macam
Sterilisasi
Sterilisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu panas,
penyaringan, radiasi, dan penambahan bahan kimia. Sedangkan
sterilisasi dengan cara panas dapat dilakukan dengan panas basah,
panas kering, pemanasan bertahap dan perebusan.
Pemanasan basah
Pemanasan basah adalah sterilisasi panas yang digunakan bersama-sama
dengan uap air. Pemanasan basah biasanya dilakukan didalam autoklaf
atau aterilisator uap yang mudah diangkat dengan menggunakan uap air
jenuh bertekanan pada suhu 1210C selama 15 menit
(Hadioetomo, 1985). Selain itu, autoklaf juga dapat diterapkan pada
suhu 134oC selama 3 menit, 126oC selama 10
menit, dan 115oC selama 25 menit. Cara pemanasan basah
dapat membunuh jasad renik atau mikroorganisme terutama karena panas
basah dapat menyebabkan denaturasi protein, termasuk enzim-enzim
didalam sel (Fardiaz, 1992).
Pemanasan kering
Dibandingkan pemanasan basah, pemanasan kering kurang efisien dan
membutuhkan suhu yang lebih tinggi serta waktu lama untuk
sterilisasi. Hal ini disebabkan karena tanpa kelembaban maka tidak
ada panas laten (Hadioetomo, 1985). Pemanasan kering dapat
menyebabkan dehidrasi sel dan oksidasi komponen-komponen di dalam sel
(Fardiaz, 1992). Keuntungan dari pemanasan kering adalah tidak adanya
uap air yang membasahi bahan atau alat yang disterilkan, selain itu
peralatan yang digunakan untuk sterilisasi uap kering lebih murah
dibandingkan uap basah (Lay dan Hastowo, 1992). Pemanasan kering
sering dilakukan dalam sterilisasi alat-alat gelas di laboratorium,
dimana menggunakan oven dengan suhu 160-1800C selama 1,5-2
jam dengan sistem udara statis (Fardiaz, 1992).
Pemanasan bertahap
Pemanasan bertahap dilakukan bila media atau bahan kimia tahan
terhadap uap 1000C (Lay dan Hastowo, 1992). Pemanasan
bertahap (tindalisasi) dilakukan dengan cara memanaskan medium atau
larutan menggunakan uap selama satu jam setiap hari untuk tiga hari
berturut-turut. Waktu inkubasi diantara dua proses pemanasan sengaja
diadakan supaya spora dapat bergerminasi menjadi sel vegetatif
sehingga mudah dibunuh pada pemanasan berikutnya (Fardiaz, 1992).
Perebusan
Perebusan adalah pemanasan didalam air mendidih atau uap air pada
suhu 1000C selama beberapa menit (Fardiaz,1992). Pada suhu
ini sel vegetatif dimatikan, sedang spora belum dapat dihilangkan
(Lay dan Hastowo, 1992).
Beberapa bakteri tertentu tahan terhadap suhu perebusan ini, misalnya
Clostridium perfringens dan Clostridium botulinum
tetap hidup meskipun direbus selama beberapa jam (Lay dan Hastowo,
1992)
Penyaringan
Penyaringan adalah proses sterilisasi yang dilakukan pada suhu
kamar. Sterilisasi dengan penyaringan digunakan untuk bahan yang peka
terhadap panas misalnya serum, urea dan enzim (Lay dan hastowo,
1992). Dengan cara penyaringan larutan atau suspensi dibebaskan dari
semua organisme hidup dengan cara melakukannya lewat saringan dengan
ukuran pori yang sedemikian kecilnya sehingga bakteri dan sel-sel
yang lebih besar tertahan diatasnya, sedangkan filtratnya ditampung
didalam wadah yang steril (Hadioetomo,1985). Namun demikian, virus
tidak dapat terpisah dengan penyaringan semacam ini. Oleh karena itu,
setelah penyaringan, medium masih perlu dipanasi dalam autoklaf,
meskipun tidak selama 15 menit dan dengan suhu 121oC.
Radiasi ionisasi
Radiasi ionisasi adalah radiasi yang mengandung energi yang jauh
lebih tinggi daripada sinar ultraviolet. Oleh karena itu mempunyai
daya desinfektan yang lebih kuat. Salah satu contoh radiasi ionisasi
adalah sinar gamma yang dipancarkan dari kobalt-10 (Fardiaz, 1992).
Radiasi dengan sinar gama dapat menyebabkan ion bersifat hiperaktif
(Lay dan Hastowo, 1992).
Radiasi sinar ultra violet
Sinar ultra violet dengan panjang gelombang yang pendek memiliki
daya antimikrobial yang sangat kuat. Daya kerjanya adalah absorbsi
oleh asam nukleat tanpa menyebabkan kerusakan pada permukaan sel.
Kerusakan tersebut dapat diperbaiki bila disinari dengan berkas yang
mempunyai gelombang yang lebih panjang (Lay dan Hastowo, 1992).
Penambahan bahan kimia
Menurut Lay dan Hastowo (1992), bahan yang menjadi rusak bila
disterilkan pada suhu yang tinggi dapat disterilkan secara kimiawi
dengan menggunakan gas. Bahan kimia yang sering digunakan antara lain
:
1) Alkohol, daya kerjanya adalah mengkoagulasi protein. Cairan
alkohol yang umum digunakan berkonsentrasi 70-80 % karena konsentrasi
yang lebih tinggi atau lebih rendah kurang efektif.
2) Khlor, Gas khlor dengan air akan menghasilkan ion hipokloride
yang akan mengkoagulasikan protein sehingga membran sel rusak dan
terjadi inaktivasi enzim.
3) Yodium, daya kerjanya adalah bereaksi dengan tyrosin, suatu asam
amino dalam emzim atau protein mikroorganisme. Antiseptik berbasis
iodium tidak tepat bila digunakan pada sterilisasi alat medis atau
gigi, karena dapat meninggalkan noda.
4) Formaldehida 8 % merupakan konsentrasi yang cukup ampuh untuk
mematikan sebagian besar mikroorganisme. Daya kerjanya adalah
berkaitan dengan amino dalam protein mikrobia. Bahan ini bekerja
secara lambat dan memerlukan tingkat kelembaban relative sekitar 70%.
Formaldehide biasa dijual dalam bentuk polimer padat paraformaldehide
dalam bentuk flakes atau tablet atau dalam bentuk formalin.
5) Glutaraldehide, bahan ini bersifat non korosif dan bekerja lebih
cepat daripada formaldehid, hanya diperlukan beberapa jam untuk
membunuh bakteri. Bahan ini aktif melawan bakteri vegetatif, spora,
jamur, virus yang mengandung lipid maupun yang tidak.
6) Gas etilen oksida, gas ini digunakan terutama untuk mensterilkan
bahan yang dibuat dari plastik.
7) Natrium diklorososianurat, bahan ini berbentuk bubuk, berisi 60%
klor. Diterapkan pada tumpahan darah atau cairan yang bersifat
memiliki bahaya biologi lain selama 10 menit baru kemudian
dilanjutkan dengan pembersihan yang lebih lanjut.
8) Kloramina, bahan ini berbentuk serbuk berisi 25% klor, dan hamper
tidak berbau. Bahan ini dapat digunakan untuk membasmi kuman air pada
minuman. Ketika digunakan pada konsentrasi akhir dengan hanya
mengandung 1-2 mg/L klor.
9) Klor dioksida, bahan ini adalah sebuah germisida kuat dan bekerja
secara cepat. Bahan aktif ini didapat dengan cara mereaksikan asam
klorida dengan natrium hipoklorit.
10) Senyawa fenolik, senyawa ini aktif melawan bakteri vegetatif dan
virus lipid, namun tidak aktif dalam melawan spora. Senyawa ini
biasanya berupa Triklosan dan Klorosilenol yang biasa digunakan
sebagai antiseptik.
11) Senyawa Amonium Kuartener, banyak digunakan sebagai campuran dan
juga dikombinasikan dengan germisida lain, seperti alkohol.
12) Hidrogen peroksida dan peracis, merupakan oksidan kuat dan
germisida efektif yang berspektrum luas. Bahan ini dinilai lebih aman
bagi manusia dan lingkunagn daripada klor.
Insenerasi
Insenerasi sangat efektif untuk pembuangan bangkai hewan atau
sisa-sisa anatomis lain dan juga untuk limbah laboratorium yang lain.
Temperature ideal yang digunakan dalam insenerasi adalah sedikitnya
800oC dalam ruang utama dan 1000oC dalam ruang
sekunder.
Sterilisasi dengan bahan kimia digunakan alkohol 70 %. Menurut Gupte
(1990), etil alkohol sangan efektif pada kadar 70 % daripada 100 %
dan ini tidak membunuh spora. Sterilisasi dengan alkohol dilakukan
pada proses pembuatan kultur stok dan teknik isolasi. Alkohol 70 %
disemprotkan pada tangan praktikan dan alat-alat seperti makropipet
dan mikropipet. Menurut Volk dan Wheeler (1988), alkohol bila
digunakan pada kulit kontaknya terlalu pendek untuk menimbulkan
banyak efek germisida dan alkohol segera menguap karena sifatnya
mudah menguap. Namun alkohol dapat menyingkirkan minyak, partikel
debu, dan bakteri. Menurut Gupte (1990), alkohol 70 % dapat
menyebabkan denaturasi protein dan koagulaasi.
Masing-masing bahan disinfektan tersebut mempunyai karakteristik sendiri dan tidak dapat saling mengganti satu sama lain. Karakteristik disinfektan yang ideal yaitu bersprektum luas, membunuh kuman secara cepat, tidak dipengaruhi faktor lingkungan, tidak toksik, tidak korosif atau merusak bahan, tidak berbau, mudah pemakaiaanya, ekonomis, larut dalam air, dan mempunyai efek pembersih.
Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) merupakan alternatif penatalaksanaan alat kesehatan apabila sterilisasi tidak tersedia atau tidak mungkin dilaksanakan, DTT dapat membunuh semua mikroorganisme termaksud virus hepatitis B dan HIV tetapi tidak dapat membunuh endospora dengan sempurna seperti tetanus atau gas ganggren. Adapun beberapa cara melakukan disinfeksi tingkat tinggi diantaranya dentgan cara :
1. Merebus dalam air mendidih selama 20 menit, merebus tidak memerlukan peralatan yang mahal dan selalu tersedia maka cara tersebut adalah cara yang lebih disukai di klinik kecil atau daerah terpencil
2. Rendam dalam disinfektan kimiawai seperti glutar aldehid, formaldehid 8 %
3. DTT dengan uap
Penyimpanan yang baik sama pentingnya dengan proses sterilisasi atau disinfeksi itu sendiri. Ada dua macam alat dilihat dari cara penyimpangannya yakni :
1. Alat yang dibungkus
Dalam kondisi penyimpangan yang optimal dan penanganan yang minimal, dapat dinyatakan steril sepanjang bungkus tetap utuh dan kering. Untuk penyimpanan yang optimal, simpang bungkusan steril dalam lemari tertutup dibagian yang tidak terlalu sering dijamah, suhu udara sejuk dan kering atau kelembaban rendah. Jika ragu-ragu akan sterilitas paket maka alat itu dianggap tercemar dan harus disterilkan kembali sebelum pemakaian. Alat yang tidak dibungkus harus digunakan segera setelah dikeluarkan. Jangan menyimpan alat dalam larutan.
2. Pengelolaan benda tajam
Benda tajam sangat berisiko untuk menyebabkan perlukaan sehingga meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah, untuk menghindari perlukaan atau kecelakan kerja maka semua benda tajam harus digunakan sekali pakai, dengan demikian jarum suntik bekas tidak boleh digunakan lagi. Tidak dianjurkan untuk melakukan daur ulang atas pertimbangan penghematan karena 17 % kecelakan kerja disebabkan oleh luka tusukan sebelum atau selama pemakaian. Salah satu contoh cara yang dianjurkan untuk mencegah perlukaan akibat penggunaan jarum suntik yaitu jarum suntuik tersebut langsung dibuang ke tempat sementaranya tanpa menyentuh atau memanipulasi bagian tajamnya seperti dibengkokkan, dipatahkan atau ditutup kembali. Jika jarum terpaksa ditutup kembali, gunakanlah cara penutupan jarum dengan satu tangan untuk mencegah jari tertusuk jarum.
No comments:
Post a Comment